Senin, 18 Juni 2012

Penggalan - cerpen "bilik bambu kita"

"emaaaaaakkkkkkkk !!!"
"hahh, lagi-lagi Lastri menangis" aku membatin dalam hati. Sudah tiga hari ini Lastri menangis, entah kenapa dia sampai begitu. Menurut emak, Lastri jadi begitu semenjak ditinggal pushy - kucing kesayangannya. Apa iya ? masa' hanya gara-gara kucing sampai begitu. Sementara aku sibuk dengan cobek di dapur, emak tergopoh-gopoh dari kamar mandi berlari menuju Lastri.
"Ada apa toh Lastri ? nangis terus" suara emak terdengar lelah. Ku lirik emak dan Lastri dari celas bilik bambu dapur kami, emak memang hebat, walau selelah itu masih tetap kuat mengendong Lastri yang sudah 5 tahun itu. "Ya sudah toh nduk, jangan nangis terus, kamu mau buat emak sedih ?" emak mengusap kepala Lastri yang sedang menatapnya dengan mata sembab.
"Emak, makanan sudah siap, ayo makan dulu mak" aku menghampiri emak dan Lastri. "Lastri, ayo turun, sudah besar masih minta gendong" aku melotot pada Lastri, dan ini menjadi sebuah penyesalan, karena bukannya membuat Lastri turun dari gendongan emak, yang ada Lastri malah semakin nempel dan mulai terisak lagi.
"Sudah...sudah...ayo kita makan sama-sama nduk"
Nasi panas, ditemani sambal terasi, tempe goreng dan daun pepaya rebus, memang benar-benar sedap. anugrah Allah bagi hamba-Nya memang tidak terkira, bahkan dari makanan sesederhana ini. "Apa pernah terpikir oleh para pemimpin bangsa, bahwa kebahagiaan tak hanya datang dari kemewahan ??" aku membatin lagi.

1 komentar: